GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965
Meskipun PKI telah gagal dalam pemberontakannya di Madiun 1948 tetapi
mereka tidak mau menyerah. Dibawah pimpinan D.N Aidit, ia berusaha memasukkan
PKI ke dalam pemerintahan meskipun pada masa Liberal PKI tidak berhasil duduk
dalam pemerintahan akan tetapi setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, PKI mulai mendapatkan kesempatan berawal dengan
memasukkan program-program PKI ke dalam GBHN (Manipol RI), menjadikan Front
Nasional bentukan Soekarno sebagai alat politik untuk menggerakkan massa, dan
semakin kuat ketika dibentuk kabinet Dwikora dimana beberapa tokoh PKI duduk
sebagai mentri koordinator dan menteri lainnya. Keberhasilan PKI secara politik
tersebut menyebabkan semakin besar keinginan untuk mempercepat cita-cita
politiknya. Sejak saat itu PKI mulai berusaha mengimbangi cara parlemen dengan
cara kekerasan.
Setelah penyusupan kader-kader PKI ke dalam tubuh aparatur negara termasuk
ABRI, organisasi politik, dan organisasi kemasyarakatan dinilai berhasil, maka
PKI mulai melaksanakan kegiatan yang disebutnya sebagai tahap ofensif
revolusioner. Adapun kegiatan tersebut meliputi,
1.
Sabotase
Merupakan sebuah tindakan kesengajaan yang bertendensi
politik, seperti kasus-kasus kecelakaan kereta api, dimana pelakunya adalah
anggota serikat buruh kereta api.
2.
Aksi Massa
dan aksi sepihak
Aksi-aksi yang dilakukan oleh Barisan Tani Indonesia(BTI)
baik berupa hasutan, pengeroyokan, penganiayaan petani, pembabatan padi,
penyerobotan tanah perkebunan milik Perusahaan Perkebunan Negara (PPN), dsb.
3.
Teror
4.
Perusakan
5.
Agitasi dan
Propaganda
Agitasi dan propaganda dilakukan PKI melalui penguasaan unsur-unsur
pers, antara lain Kantor Berita Antara dan Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI). Selain itu melalui pidato
tokoh-tokoh PKI di segala forum kegiatan. Tujuannya untuk memotivasi
solidaritas kaum komunis dan para simpatisannya dalam rangka mewujudkan situasi
“ofensif revolusioner sampai ke puncaknya”
6.
Isu
PKI melancarkan isu “Dewan Jendral” yang terdiri dari sejumlah Jendral TNI
AD seperti, A.H Nasution, A. Yani, Soeprapto, S. Parman, Haryono M.T, Sutojo
S., D. I. Pandjaitan, dan Sukendro. Isu yang beredar adalah sebagai berikut.
1) Dewan
Jendral mempunyai tugas khusus memikirkan usaha-usaha dalam rangka menghadapi
kegiatan yang bersifat “kiri”. Dengan isu
ini dikesankan bahwa TNI AD merupakan kekuatan yang bersifat “kanan” dan anti
PKI.
2)
Dewan Jendral mempunyai tugas menilai kebijaksanaan
Presiden Soekarno selaku Pemimpin Besar Revolusi. Kesan yang dibangun lewat isu tersebut adalah TNI tidak dapat dijamin
loyalitasnya kepada PBR (Pemimpin Besar Revolusi), Soekarno.
3)
Dewan Jendral bekerjasama dengan imperialis. Citra yang hendak dibangun adalah TNI AD
telah menghianati perjuangan rakyat.
4) Dewan
Jendral akan merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno dengan memanfaatkan
pengerahan pasukan daerah yang didatangkan ke Jakarta dalam rangka peringatan
HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1965.
PKI juga melancarkan isu “Dokumen
Gilchrist”. Gilchrist adalah nama duta besar Inggris di Jakarta yang
bertugas tahun 1963-1966. Dengan isu ini seolah-olah ada kerja sama antara
unsur-unsur TNI-AD dengan pihak Amerika dan Inggris, yang pada waktu itu
dikategorokan sebagai salah satu kekuatan Nekolim.
Isu mengenai “Dewan Jendral” akan mengadakan perebutan kekuasaan dari
Presiden Soekarno tersebut semakin menguat. PKI merasa perlu untuk mengadakan
gerakan militer guna mendahului rencana “Dewan Jendral”. Terlebih karena kondisi
presiden Soekarno yang sakit, membuat D.N Aidit memperkuat keadaan dengan
menyampaikan bahwa jika Presiden Soekarno tidak ada lagi kemungkinan terbesar
TNI-AD lah yang akan menghancurkan PKI, maka sebelum semua itu terjadi PKI harus
mendahului untuk melumpuhkan TNI-AD.
Untuk melaksanakan maksud tersebut segala hal telah dipersiapkan termasuk
latihan militer PKI beserta organisasi massanya. Rencananya gerakan akan
dilaksanakan pada tanggal 30 September 1965, akan tetapi karena belum
berkumpulnya seluruh komandan satuan yang akan melaksanakan penculikan maka
pelaksanaan gerakan diubah menjadi tanggal 1 Oktober 1965, meskipun nama
gerakannya tetap Gerakan 30 September. Sesuai rencana pada tanggal 1 Oktober
1965, PKI melakukan aksi penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap “Dewan
Jenderal”. Para korban tersebut dikubur dalam satu sumur yang terletak di
daerah Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta.
Untuk menumpas aksi PKI tersebut maka Pangkostrad Mayjen TNI Soeharto
mengerahkan personil Markas Kostrad dan satuan-satuan lainnya. Serta melakukan
usaha menarik dan menyadarkan kesatuan-kesatuan yang telah dipengaruhui dan
digunakan oleh Gerakan 30 September. Langkah konsolidasi dan koordinasi
tersebut berhasil. Selain itu usaha untuk merebut Stodio RRI Jakarta dan Kantor
Besar Telkompun berhasil dikuasai. Basis Gerakan 30 September yaitu daerah
Pangkalan Udara Halimpun berhasil dikuasai. Para pendukung gerakan menghentikan
perlawanan dan melarikan diri meninggalkan daerah Pondok Gede.
Upaya selanjutnya untuk menemukan para korban penculikan pun berhasil
dilakukan. Para pemimpin TNI-AD yang meninggal akibat peristiwa Gerakan 30
September tersebut dibersihkan dan disemayamkan
di Aula Markas Besar TNI-AD Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat untuk
selanjutnya pada tanggal 5 Oktober 1965 bertepatan dengan HUT ABRI ke-20 jenazah
para pemimpin TNI-AD tersebut dimakamkan dengan upacara kebesaran militer di
Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata.
KEGIATAN 7
Carilah sumber dan data mengenai
Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Temukan apakah motif dibalik peristiwa
tersebut. Mengapa Gerakan PKI tahun 1965 dinilai jauh lebih berbahaya
disbanding pemberontakan 1948 bahkan menyebabkan perubahan besar bagi Negara
Indonesia?
Tuliskan argument kalian secara
berkelompok (tiap kelompok 4 orang) dalam bentuk paper. Dikumpulkan 1 minggu kemudian!
0 Response to "GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965"
Posting Komentar