1.
PEMBERONTAKAN
DI/TII JAWA BARAT
Sekarmadji
Marijan Kartosuwiryo merupakan
komisaris Partai Masyumi wilayah Jawa Barat. Ia mempunyai ide akan mendirikan
Negara Islam Indonesia sudah sejak tahun 1942. Upaya Kartosuwiryo tersebut
diawali dengan mendirikan pesantren Sufah yang digunakan untuk latihan
kemiliteran bagi pemuda-pemuda Islam khususnya Hizbullah dan Sabilillah serta
digunakan untuk menyebarkan propaganda pembentukan “Negara Islam”.
Pada tanggal 14 Agustus 1947 setelah Agresi Militer
Belanda I, Kartosuwiryo menyatakan “perang suci” melawan Belanda. Gerakan
Kartosuwiryo semakin tidak sejalan dengan pemerintah RI ketika berdasarkan
perjanjian Renville ”pasukan TNI di daerah kantong-kantong Gerilya harus hijrah
ke wilayah yang dikuasai RI” tetapi Kartosuwiryo menolak melakukan hijrah ke
wilayah RI. Kartosuwiryo bersama 4.000 orang pengikutnya memilih tetap tinggal
di Jawa Barat.
Februari 1948 kegiatan Masyumi di Jawa Barat dibekukan dan diganti dengan Majelis Umat Islam dan mengangkat Kartosuwiryo sebagai imam dari Negara Islam Indonesia (NII). Kartosuwiryo juga membentuk Tentara Islam Indonesia(TII). Tanggal 7 Agustus 1949 secara resmi Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) yang berlandaskan kanun azasi
.
Tanggal 25 Januari 1949 terjadi kontak senjata pertama
kali antara TNI dan DI/TII ketika pasukan Divisi Siliwangi melakukan hijrah (long march) dari Jawa Barat ke Jawa
Tengah. Peperangan bahkan terjadi antara TNI-DI/TII-Tentara Belanda. Munculnya
DI/TII mengakibatkan penderitaan rakyat Jawa Barat karena rakyat sering
mendapat teror dari DI/TII bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka
merampok rakyat terutama rakyat yang tinggal di daerah terpencil seperti lereng
gunung.
Upaya damai dilakukan pemerintah RI melalui Moh. Natsir (pemimpin
Masyumi) melalui surat tetapi tidak berhasil. Bahkan upaya untuk membentuk
komite yang dipimpin oleh Moh. Natsir pada bulan September 1949 tetapi upaya
tersebutpun gagal mengajak Kartosuwiryo untuk kembali ke pangkuan RI.
Operasi militer untuk menumpas gerakan DI/TII dimulai
pada tanggal 27 Agustus 1949. Operasi ini menggunakan taktik ”pagar betis” yang dilakukan dengan menggunakan tenaga
rakyat berjumlah ratusan ribu untuk mengepung gunung tempat gerombolan bersembunyi.
Tujuan taktik ini adalah untuk mempersempit ruang gerak DI/TII. Selain itu
digunakan juga Operasi tempur Bharatayudha dengan sasaran menuju basis
pertahanan DI/TII. Operasi tersebut baru berhasil pada tanggal 4 Juni 1962
dengan tertangkapnya Kartosuwiryo di daerah
Gunung Geber, Majalaya oleh pasukan Siliwangi.
2.
PEMBERONTAKAN
DI/TII JAWA TENGAH
DI/TII Jawa Tengah muncul berawal dari
adanya Majelis Islam yang dipimpin oleh Amir
Fatah. Amir Fatah yang merupakan komandan Laskar Hizbullah yang berdiri sejak
1946 menggabungkan diri dengan TNI battalion 52 dan berdomisili di
Brebes-Tegal. Dia mendapatkan pengikut yang banyak dengan cara menggabungkan
laskar-laskar untuk masuk ke dalam TNI. Setelah mendapatkan pengikut yang
banyak maka pada tanggal 23 Agustus 1949 di desa Pengarasan, Tegal, ia
memproklamasikan berdirinya Darul Islam (DI). Pasukannya di berinama Tentara
Islam Indonesia (TII). Ia menyatakan gerakannya bergabung dengan Gerakan DI/TII
Jawa Barat pimpinan Kartosuwiryo.
Di Kebumen juga terdapat gerakan yang
bernama Angkatan Umat Islam yang
dipimpin Mohammad Mahfud Abdurrahman (Kyai
Somolangu). Gerakan tersebut juga bermaksud membentuk Negara Islam
Indonesia dan bergabung dengan Kartosuwiryo. Gerakan ini sebenarnya sudah dapat
didesak oleh TNI akan tetapi pada tahun 1952, kembali menjadi kuat setelah
adanya pemberontakan Batalion 423 dan 426 di Kudus dan Magelang yang menyatakan
bergabung dengan mereka.
Guna menumpas
pemberontakan tersebut maka pemerintah membentuk pasukan baru yang disebut Banteng Raiders dengan operasinya yang
disebut Gerakan Benteng Negara (GBN). Pada 1954 dilakukan Operasi Guntur guna menghancurkan gerombolan sementara sisanya
tercerai-berai.
3.
PEMBERONTAKAN
DI/TII SULAWESI SELATAN
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan
dipimpin oleh Kahar Muzakar. Gerakan
yang sudah dimulai sejak 1951 tersebut baru dapat diatasi pemerintah pada tahun
1965. Gerakan ini banyak memakan waktu, tenaga, dan biaya bagi pemerintah untuk
menumpasnya dikarenakan kondisi medan yang sangat sulit. Meskipun begitu para
pemberontak sangat menguasai medan tersebut. Selain itu mereka memanfaatkan
rasa kesukuan yang berkembang di kalangan rakyat. Kahar Muzakar tertangkap dan
tertembak pada 3 Februari 1965.
4.
PEMBERONTAKAN
DI/TII ACEH
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, di Aceh
terjadi pertentangan antara alim ulama yang tergabung dalam organisasi PUSA
(Persatuan Ulama Seluruh Aceh) yang dipimpin oleh Tengku Daud Beureuh dengan para kepala adat (Uleebalang).
Pertentangan itu menyebabkan perang saudara antara kedua golongan tersebut yang
berkobar sejak Desember 1945 sampai Februari 1946. Untuk mengatasi masalah
tersebut pemerintah memberikan status Daerah Istimewa setingkat provinsi kepada
Aceh dan mengangkat Tengku Daud Beureuh sebagai Gubernur.
Setelah
terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada bulan
Agustus 1950 maka pemerintah mengadakan penyederhanaan administrasi pemerintahan
sehingga beberapa daerah mengalami penuruan status. Salah satunya adalah Aceh
yang semula sebagai Daerah Istimewa selanjutnya menjadi daerah karisidenan di
bawah propinsi Sumatera Utara. Kenyataan ini sangat membuat Daud Beureuh
kecewa. Akhirnya ia mempersiapkan diri dan memproklamasikan diri bahwa Aceh
sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo. Peristiwa ini
terjadi pada 20 September 1953. Sejak itu mereka melakukan gerakan serentak
untuk menguasai kota-kota yang ada di Aceh selain itu mereka melakukan
propaganda untuk memperburuk citra pemerintah RI.
Pemberontakan
ini diatasi oleh pemerintah dengan menggunakan kekuatan senjata dan operasi
militer. Sehingga gerombolan mulai terdesak dari kota-kota yang diduduki. TNI-pun
memberikan penerangan kepada masyarakat untuk menghindari salah paham dan
mengembalikan kepercayaan terhadap pemerintah. Pada tanggal 17–28 Desember
1962, atas prakarsa Panglima Kodami Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh.
Musyawarah tersebut mendapat dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat Aceh dan
berhasil memulihkan keamanan di Aceh.
5.
PEMBERONTAKAN DI/TII KALIMANTAN SELATAN
Oktober 1950
terjadi pemberontakan Kesatuan Rakyat yang tertindas (KRyT) yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Ia adalah bekas letnan dua
TNI. Ia bersama KRyT menyatakan diri sebagai bagian dari DI/TII Jawa Barat.
Target serangan mereka adalah pos-pos TNI di wilayah tersebut.
Pemerintah
memberikan kesempatan untuk menghentikan pemberontakan secara baik-baik.
Akhirnya Ibnu menyerahkan diri, akan tetapi, ia hanya berpura-pura setelah ia
mendapatkan peralatan TNI, ia melarikan diri. Akhirnya pemerintah melakukan
Gerakan Operasi Militer (GOM) ke Kalimantan Selatan. Pada tahun 1959, Ibnu
Hajar berhasil ditangkap dan dihukum mati pada 22 Maret 1965.
KEGIATAN 2
Carilah informasi mengenai siapa
sebenarnya Kartosuwiryo? Mengapa ia ingin mendirian negara Islam Indonesia?
Mengapa daerah-daerah lain bahkan di luar Jawa menyatakan hendak bergabung
dengan DI/TII Jawa Barat?
28 September 2015 pukul 05.48
sangat bermanfaat !!! terima kasih atas postingannya !! :-)
28 Juli 2016 pukul 22.19
NICE